LAPORAN PRAKTIKUM PESTISIDA DAN
APLIKASINYA
“ FORMULASI PESTISIDA”
Gabriel BM Pandiangan
05101007068
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJYA
INDRALAYA
2012
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pestisida
adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah
sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya
seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan. Bagi kehidupan rumah tangga, yang dimaksud hama adalah
meliputi semua hewan yang mengganggu kesejahteraan hidupnya, seperti lalat,
nyamuk, kecoak, ngengat, kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang
serta kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu kesejahteraannya. ( Munaf,
Sjamsuir 1997)
Dari
artinya, pestisida adalah semua bahan atau campurah bahan, baik kimia maupun
biologi yang digunakan untuk mengendalikan (sida=cide=membunuh) jasad
pengganggu (pest). Pada masa sebelum masehi, telah dikenal bongkah belerang
sebagai fumigan dan penggunaan batu empedu kadal untuk membunuh cacing.
Menjelang abad X masehi, bangsa cina telah menggunakan senyawa arsenik untuk
membunuh serangga. Pada tahun 1700 – 1800, telah digunakan racun nikotin,
piretrin dan rotenon. Pada era 1800 – 1900 telah ditemukan produk-produk
petroleum, pestisida anorganik (CS2, HCN dan senyawa tembaga), serta penemuan
senyawa organosintetik (2,4 –dinitro-6-cresol). Pada tahun 1930 – 1950,
pestisida organik berkembang pesat (DDT dan derivatnya). Setelah tahun 1950,
banyak pengembangan pestisida baru (golongan karbamat, piretroid sintetik dan
sejenis hormon juvenil). Dewasa ini, pengembangan pestisida mengarah pada
pengembangan bahan alam dan sintesis terarah yang bersifat atraktan, repelen
atau yang berupa Zat Pengatur Tubuh Serangga (Insect Growth Regulator). ( Panut
Djojosumarto 2006)
Perkembangan pestisida membawa
kemajuan pesat dalam bidang pertanian, pada awal perkembangannya para petani
umumnya cenderung menggunakan pestisida, karena dapat meningkatkan hasil
pertanian dengan cepat, tetapi tanpa disadari bahwa penggunaan pestisida yang
terlalu lama dan berlebihan dapat membuat tanah akan menjadi rusak, bahan
organi nya hilang terlebih lagi dapat mengganggu kestabilitasan sistem rantai
makanan. Hal ini disebabkan karena pestisida yang digunakan mengandung racun
atau bahan aktif yang berbahaya yang dapat membunuh semua makhluk hidup yang
ada di dalam tanah, maupun diluar tanah. (Djojosumarto 2006)
Dalam
penggunaan pestisida kita harus tahu susuan dari suatu formulasi pestisida
tersebut, hal ini bertujuan agar mudah diaplikasikan selain itu kita dapat
mengetahui kandungan bahan aktif yang terdapat pada pestisida tersebut dan
apa-apa saja yang dugunakan dalam membantu pstisida agar dapat berfungsi dengan
baik.
a.
Bahan Aktif
Bahan aktif merupakan senyawa kimia
atau bahan-bahan lain yang memiliki efek sebagai pestisida. Bahan aktif
pestisida dapat berbentuk cairan, padat, dan gas. Bahan aktif yang digunakan
dalam formulasi biasa berasal dari dalam bentuk aslinya, yang dikemudian
dicampur dengan bahan-bahan pembantu
lainnya dan bahan pembawa. Namun beberapa bahan aktif kimia dalam bentuk
sintetiknya dalam bentuk aslinya terutama herbisida yang bahan aktifnya
berbentuk asam seringkali sulit diformulasikan. Oleh karena itu, bahan aktif
semacam ini sering menggunakan bentuk garam atau ester. Sebagai contoh,
glifosfat (fosfonometil glisin) murini adalah asam yang tidak mudah larut dalam
solvent organic yang biasa digunakan dalam formulasi. Oleh karena itu harus
terlebih dahulu diubah menjadi garam, misalnya glifosfat ammonium,
glifosfat-isopropilamina, dll.
Disamping itu, beberapa bahan aktif
pestisida terdiri atas beberapa isomer aktif. Sebagai contoh adalah insektisida
sipermetrin. Dari bahan aktif ini dipisahkan alfa-sipermetrin, beta-sipermetrin,
dan zeta-sipemetrin.
b.
Bahan Pembantu (Adjuvant)
Bahan-bahan pembantu merupakan
bahan-bahan atau senyawa kimia yang ditambahkan kedalam pestisida dalam proses
formulasinya agar mudah untuk diaplikasikan. Bahan-bahan Bahan-bahan pembantu
sering ditambahkan pada formulasi adalah solvent atau bahan pelarut, diluents
atau bahan pembasah, emetik tau digunakan sebagai bahan penambah bau, dll.
c.
Bahan Pembawa
Bahan pembawa digunakan untuk
menurunkan konsentrasi produk pestisida, tergantung pada cara penggunaan yang
diinginkan. Bahan pembawa dapat berupa air, minyak, talk, attapulgit, bentonit,
tepung, pasir,dll.
Kode
Formulasi Pestisida
Menurut Butarbutar (2009), pestisida
dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum digunakan perlu diformulasikan dahulu.
Formulasi pestisida merupakan pengolahan (processing) yang ditujukan untuk
meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan keamanan, penyimpanan,
penanganan (handling), penggunaan, dan keefektifan pestisida. Pestisida yang
dijual telah diformulasikan sehingga untuk penggunaannya pemakai tinggal
mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam manual. Menurut Munaf (1997),
yang dimaksud dengan formulasi (formulated product), ialah komposisi dan bentuk
pestisida yang dipasarkan. Pestisida yang terdapat dipasaran umumnya tidaklah
merupakan bahan aktif 100%, karena selain zat pengisi atau bahan tambahan yang
tidak aktif 100%, karena selain zat pengisi atau bahan tambahn yang tidak aktif
(inert ingridient) juga da yang berisi campuran dari 2 atau lebih pestisida.
Menurut Djojosumarto dalam Runia
(2008), produk jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan
tambahan yang tidak aktif dinamakan formulasi. Formulasi sangat menentukan
bagaimana pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus digunakan,
berapa dosis atau takaran yang harus digunakan, berapa frekuensi dan interval
penggunaan, serta terhadap jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi
tersebut dapat digunakan secara efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga
menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida dibuat dan diedarkan dalam
banyak macam formulasi
Bentuk
formulasi dan kandungan bahan aktif pestisida dicantumkan dibelakang nama
dagangnya. Global Crop Protection Federation (GCPF) adalah federasi perlindungan tanaman dunia
menyusun berbagai kode dasar untuk berbagai macam formulasi pestisida.
a.
Formulasi Cair
Menurut Butarbutar (2009), EC
(emulsible atau emulsifiable concentrates) adalah larutan pekat pestisida yang
diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk memudahkan penyampurannya yaitu agar
terjadi suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air. Suspensi minyak
dalam air ini merupakan emulsi. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen
(sabun) yang menyebabkan penyebaran butir-butir kecil minyak secara menyeluruh
dalam air pengencer. Secara tradisional insektisida digunakan dengan cara
penyemprotan bahan racun yang diencerkan dalam air, minyak, suspensi air,
dusting, dan butiran. Penyemprotan merupakan cara yang paling umum, mencakup
75% dari seluruh pemakaian insektisida, yang sebagian besar berasal dari
formulasi Emulsible Concentrates. Bila partikel air diencerkan dalam minyak
(kebalikan dari emulsi) maka hal ini disebut emulsi invert. EC yang telah
diencerkan dan diaduk hendaknya tidak mengandung gumpalan atau endapan setelah
24 jam. Contoh: grothion 50 EC, Basudin 60 EC
b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip dengan EC,
tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air maka konsentrat ini jika
dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan membentuk larutan homogen.
Umumnya formulasi ini digunakan dengan cara disemprotkan. Contoh: Azidrin 15
WSC.
Pestisida
yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang
diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble
concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan
tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila
angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong murni.
Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan
aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan
emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan
membentuk emulsi.
b.
Berbentuk Butiran
Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang
pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam
untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya
terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa
serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen,
dengan ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila
dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama
dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).
c.
Bebentuk Tepung
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri
atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75
persen). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama
dagang tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble
powder).
d. Bentuk Minyak
Pestisida
formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble concentrate
in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau
aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan
menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada tanaman kapas.
e.
Fumigansia (fumigant)
Pestisida
ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang berfungsi
untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan.
f.
Bentuk Tablet
Terdapat
dalam dua bentuk :
1)
Tablet yang bila terkena udara akan menguap menjadi fumigant, yang umumnya
digunakan untuk gudang-gundang atau perpustakaan. Contoh: Phostoxin tablet.
2) Tablet yang pada pengunaannya memerlukan pemanasan. Uap dari hasil pemanasan
dapat membunuh atau mengusir hama (nyamuk). Contoh: Fumakkila.
B. Tujuan
Agar
mahasiswa mengetahui formulasi yang terdapat pada pestisida dan dapat mengaplikasikannya.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
No
|
Nama Dagang
|
Bahan Aktif
|
Formulasi
|
OPT Sasaran
|
1
|
Smart 486 SL
|
Isopropilamina
glifosfat 486g/l
|
Soluble Liquid (SL)
|
Pengendalian Gulma
|
2
|
Clutch
|
Deltamethrin 25g/l
|
Emulsiable
Concentrarte (EC)
|
Pengendalian
Insektisida
|
3
|
Kenfuran 3 GR
|
Karbofuran 3%
|
Granular
|
Insektisida atau
Nemantisida
|
B.
Pembahasan
Smart
486 SL adalah herbisida sistematik purna tumbuh berwarna cokelat kekuningan
berbentuk larutan dalam air yang efektif untuk mengendalikan gulma alang-alang
(Imperata Cylindrica) pada lahan tanpa tanaman dan pertanaman kelapa sawit,
gulma berdaun lebar dan sempit pada pertanaman teh.
Bahan
aktif yang terkandung dalam Smart 486 SL adalah
Isopropilamina glifosfat 486 g/l setara dengan glifosfat 360 g/l. Formulasi bahan aktif dari Smart 486 SL ialah SL diaman SL
merupakan pekatan yang bias dilarutkan dalam air. Pestisida ini diformulasikan
dalam bentuk AS atau AC umumnya pestisida berbahan aktif dalam bentuk garam
yang memiliki kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang diformulasikan dalam
bentuk ini digunakan dengan cara disemprotkan. OPT sasaran dari pestisida ini
adalah pengendalian hama gulma pada tanaman kelapa sawit dan pengendalian gulma berdaun lebar dan berdaun
sempit pada tanaman teh.
Keunggulan
penggunaan Smart 486 SL adalah:
·
Bekerja secara sistematik, mengendalikan
gulma tuntas samapi ke akarnya
·
Diaplikasikan atau disemprotkan langsung
ke bagian hijau gulma (daun dan batang) cukup satu kali aplikasi saja
·
Tidak menguap, sehingga tidak
mempengaruhi tanaman pokok
·
Mengendalikan lebih lama, karena
terserap sempurna kedalam jaringan gulma sehingga pertumbuhan kembali gulma
lebih lama.
Clutch
adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama Insektisida yang
berfungsi sebagai racun kontak dan sekaligus racun perut/ lambung. Dosis
penggunaannya rendah sehingga biaya pengendaliannya lebih murah, spectrum
pengendalian lebih luas sehingga mampu membasmi berbagai jenis hama. Bahan
aktif dari produk ini ialah deltametrin 25 g/l dan memiliki formulasi EC.
Emulsiable
Concetrate berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kanduangan konsentrasi bahan aktif yang cukup tinggi.
Oleh karena mengandung solvent yang berbasis minyak, konsentrasi ini jika
dicampur dengan air akan membentuk emulsi ( butiran benda cair yang melayang
dalam media cair lainnya. EC umumnya digunakan dengan cara disemprot, meskipun
bias digunakan dengan cara lain. Bersama formulasi WP, formulasi EC merupakan
formulasi klasik yang paling banyak digunakan saat ini.
Kenfuran
3 GR adalah insektisida/nemantisida berbahan aktif karbofuran 3GR yang bersifat
sistematik, juga bekerja sebagai racun kontak dan lambung, berbentuk butiran
berwarna ungu gelap. Formulasi ini cepat larut sehingga lebih gampang bila
dicampur dengan pupuk, dan lebih baik kesehatan tanaman karena tidak
menggunakan pasir. Memiliki bahan aktif karbofuran 3%, biasanya digunakan
apabila populasi atau intesitas serangan hama telah mencapai ambang
pengendalian sesuai rekomendasi setempat.
Granular
GR umumnya berbentuk butirn sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif
rendah sekitar 2%. Pestisida butiran umumnya digunakan dengan cara ditabur
dilapanagan baik dengan cara ditabur dengan manual maupun dengan menggunakan
mesin penabur. Formulasi ini memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri.
Kelebihan
formulasi ini adalah
·
Tidak perlu mencampur dengan pestisida
lainnya.
·
Tidak menimbulkan drift, tidak berdebu,
dan tidak memercik
·
Tidak mudah diserap kulit
·
Tidak memerlukan alat aplikasi yang
rumit
Kelemahan
formulasi ini adalah
·
Lebih mahal bila dibandingkan dengan EC
atau WP
·
Memerlukan pengolahan tanah setelah
penaburan
·
Memerlukan kondisi tertentu misalnya
kelembaban tanah agar aktif
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum yang
dapat diambil dari praktikum ini ialah:
1. Emulsifiable
adalah konsentrasi bahan aktif cair, berupa konsentrasi dengan kandungan bahan
aktif yang cukup tinggi
2. Soluble
Liquid adalah pekatan cair. Jika dicampur air pekatan cair ini akan menjadi
larutan, penggunaannya dengan cara disemprotkan.
3. Granular
atau butiran merupakan sediaan konsentrasi berbentuk padatan, dengan bahan
aktif yang cukup rendah sekitar 2%. Ukuran antara 0.7 sampai 1 mm.
4. Penggunaan
pestisida jika terlalu banyak dan terlalu sering digunakan maka akan
menyebabkan tanah akan menjadi rusak, dan keseimbangan ekosistem akan
terganggu.
5. Setiap
insektisida memiliki kandungan bahan aktif yang berbeda sesuai dengan OPT
sasarannya.
B. Saran
Sebaiknya
kualitas untuk praktikum ini lebih ditingkatkan lagi, agar praktikan
mendapatkan materi yang benar-benar bermutu.
DAFTAR PUSTAKA
Munaf, Sjamsuir (1997)
Bagi kehidupan rumah tangga, yang dimaksud hama adalah
meliputi
semua hewan yang mengganggu kesejahteraan hidupnya, seperti lalat, nyamuk,
kecoak, ngengat, kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang serta
kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu kesejahteraannya.
Panut
Djojosumarto (2006) Dewasa ini,
pengembangan pestisida mengarah pada
pengembangan
bahan alam dan sintesis terarah yang bersifat atraktan, repelen atau yang berupa Zat Pengatur Tubuh Serangga (Insect
Growth Regulator)
Djojosumarto
(2006) pestisida yang digunakan mengandung racun atau bahan aktif yang
berbahaya
yang dapat membunuh semua makhluk hidup yang ada di dalam tanah, maupun diluar
tanah.
Menurut
Butarbutar (2009), pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum
digunakan
perlu diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan pengolahan
(processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan
dengan keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan
keefektifan pestisida.
Menurut
Djojosumarto dalam Runia (2008), produk jadi yang merupakan campuran fisik
antara bahan aktif dan bahan
tambahan yang tidak aktif dinamakan formulasi.